Tel: +62-411-492080
"Tanpa membangun sistem pembelajaran dan validasi untuk pembelajaran di tempat kerja, maka corporate university akan berjalan pincang dan sekadar nama baru yang megah bagi Pusat Diklat."
PEMULIHAN PELAYANAN DI SEKTOR PUBLIK
Umumnya, wacana mengenai pemulihan pelayanan berada pada domain swasta. Sektor publik pada umumnya tidak memandang pemulihan pelayanan sebagai perioritas. Hal ini disebabkan karena oranisasi publik memiliki lingkungan operasi yang aman. Meskipun aliran managerialism (Osborne dan Plastrik, 1992) mengatakan kompetisi perlu diperkenalkan di sektor publik, namun pada kenyataannya sektor publik tetap memberikan layanan yang bersifat monopoli. Hal ini menyebabkan pula masih rendahnya perhatian kualitas pelayanan pada sektor publik. Dengan ketiadaan persaingan dan perhatian akan kualitas pelayanan publik yang rendah tentu saja upaya pemulihan pelayanan tidak akan dilihat sebagai sesuatu yang mendesak. Bahkan kemungkinan menjalankan pemulihan pelayanan dianggap sebagai pekerjaan tambahan tersendiri.
​
Keamanan sektor publik ini juga terasa pad level individu sehingga pegawai di organisasi publik tidak terdorong untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Pemberian pelayanan "gratis" semakin menguatkan kesan bagi pelayan untuk tidak perlu melayani dengan baik.
​
Rani dan Gera (2013) menemukan bahwa perusahaan asuransi pemerintah cukup baik dalam mendorong pengguna layanan menyampaikan keluhan dan dalam menjelaskan mengapa terjadi permasalahan pelayanan. Namun demikian mereka kurang dalam beberapa hal berikut. Pertama, mereka kurang terbiasa meminta maaf akibat monopoli pasar yang mereka miliki dimasa lalu. Kedua, mereka tidak punya tradisi meng-update pengguna layanan mengenai progres upaya pemulihan yang mereka lakukan. Ketiga, mereka kurang berempati kepada pengguna layanan. Keempat, mereka tidak bisa bertindak cepat mengatasi masalah. Kelima, mereka tidakbiasa memberikan kompensasi terhadap kesalahan pelayanannya. Keenam, mereka tidak belajar dari kesalahan sebelumnya.
Namun demikian tidak berarti institusi publik tidak perlu memulihkan kegagalan pelayanan. Bahkan sektor publik lebih memerlukan pemulihan mengingat peranan aparatur pemerintah sebagai pelayan masyarakat. Lemahnya upaya pemulihan disebabkan tingkat keamanan organisasi publik yang begitu tinggi sehingga hal ini masih belum dirasakan mendesak. Meskipun secara hakiki justru organisasi publik harus lebih serius dalam pemulihan pelayanan karena masyarakat yang dilayani sudah memenuhi kewajibannya dalam bentuk membayar pajak.Hal ini berarti masyarakat tetap membayar melalu pajak mereka. Hal inilah yang menyebabkan tingginya kegagalan pelayanan di sektor publik yang tercermin pada rendahnya kepuasan masyarakat.
​
Tax, Brown dan Chandrashekaran (1998) menemukan bahwa pengalaman positif dilayani sebelumnya memitigasi efek dari upaya pemulihan pelayanan yang lemah.
Peneliti lain menemukan kondisi dimana pengguna layanan memiliki toleransi terhadap upaya pemulihan pelayanan. Hess, Ganesan dan Klein (2003), misalnya, menemukan bahwa jika pengguna layanan memiliki ekspektasi untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan penyedia layanan maka harapannya akan pemulihan pelayanan tidak terlalu tinggi. Hubungan jangka panjang tersebut oleh Berry (1995) ditandai dengan adanya hubungan sosial antara penyelenggara pelayanan dan pengguna layanan seperti komunikasi antara mereka yang sudah terjalin secara reguler, pengguna layanan selalu dilayani oleh pegawai yang sama, pegawai dan pengguna layanan saling kenal nama, penyelenggara pelayanan memberikan layanan tambahan. Disini tersirat bahwa; 1) pengguna layanan tidak terlalu mempermasalahkan (mau mentolerir) ada tidaknya atau bagus tidaknya upaya pemulihan pelayanan karena masih banyak waktu kedepan untuk mengoreksi permasalahan, 2) bahwa sektor publik yang umumnya melayani secara monopoli maka pengguna layanannya melihat ini sebagai hubungan jangka panjang yang tak terelakkan sehingga mereka menjadi tidak teralu peduli dengan upaya pemulihan instansi pemerintah.
​
Namun pendapat sebaliknya juga ada yang melihat bahwa justru pengguna layanan yang memiliki hubungan kuat dengan organisasi penyelenggara layanan yang dapat meningkatkan ketidakpuasan akibat kegagalan pelayanan (Hess et al., 2003; Goodman et al., 1995).